PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ushul Fiqih
Ushul
fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua kata yang tersusun dari mudhaf – mudhafun
ilaih, yaitu ushul (أصول) dan fiqih
(الفقه).
Pengertian
“Ushul” :
الأصول جمع الأصل , فهو لغة : ما يبنى عليه غيرُهُ
“Al-ushuul adalah bentuk jamak dari
al-ashl yang secara etimologis berarti mayubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala
sesuatu, pondasi, asas, atau akar)”.
و الأصل اصطلاحا : الدليل , قيل :
أصل هذا الحكم من الكتاب
“Sedangkan menurut istilah, kata
al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama mengatakan: “ Ashlu / Dalil tentang
hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an)”.
Fiqh secara ethymologi berarti pemahaman yang mendalam
tentang tujuan suatu ucapan dan perbuatan. Seperti firman Allah yang berbunyi :
فما لهؤلاء القوم لا يكادون يفقهون حديثا
Artinya : “Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) hamper-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikitpun”[1]
Juga sabda Rosulullah Saw yang
berbunyi :
من يردالله به خيرا يفقّه فى الدّين
Artinya : “Barang siapa dikehendaki
Allah sebagai orang yang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan
agama”.
Sedangkan pengertian fiqh menurut terminology para fuqoha
(ahli fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan
manusia, yang diambil dari dalil-dalil yang terici (mendetail).
Dari uraian diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa makna ushul fiqh adalah sbb :
1.
Menurut Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani rahimahullah: kaidah-kaidah yang
dengannya bisa dicapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari
dalil-dalil yang terperinci.
2.
Menurut Syaikh ‘Atha Abu
ar-Rasytah hafizhahullah: kaidah-kaidah yang diatasnya dibangun ilmu tentang
hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalilnya yang
terperinci.
3.
Menurut Syaikh Muhammad ibn
Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah: ilmu yang membahas tentang dalil-dalil fiqih
yang bersifat ijmaliy (global/umum), tatacara mengambil faidah (hasil pemahaman) darinya dan keadaan mustafid (orang yang mengambil faidah). Yang dimaksud dengan mustafid pada definisi ini adalah mujtahid.
4.
Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili
hafizhahullah: kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari
dalil-dalilnya yang terperinci.
5.
Menurut Syaikh ‘Abdul Wahhab
Khallaf rahimahullah: ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang
dengannya bisa dicapai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif
dari dalil-dalilnya yang terperinci.
B. Hubungan
Ilmu Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh
Hubungan ilmu ushul fiqh dengan fiqh
seperti hubungan antara ilmu nahwu dalam bahasa Arab, dimana ilmu nahwu sebagai
gramatika yang menghindarkan kesalahan seseorang dalam menulis dan mengucapkan bahasa
Arab. Demikian juga ushul fiqh adalah merupakan kaidah yang memelihara fuqoha
agar tidak terjadi kesalahan didalam mengistinbatkan hukum. Disamping itu
fungsi ushul fiqh adalah membedakan antara istinbath yang benar dengan yang
salah.
C. Obyek
Pembahasan Ushul Fiqh
Obyek fiqh berbeda dengan ushul
fiqh. Adapun obyek pembahasan ushul fiqh adalah mengenai methodologi penetapan
hukum-hukum. Kedua disiplin ilmu (Fiqh dan Ushul Fiqh) sama-sama membahas
dalil-dalil syara’ akan tetapi tinjauannya berbeda. Fiqh membahas dalil-dalil
tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang yang berhubungan dengan perbuatan
manusia. Sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi methode penetapan hukum,
klasifikasi argumentasi serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi
dalil-dalil tersebut.
D.
Pertumbuhan Ilmu Ushul Fiqh
Ilmu ushul fiqh tumbuh bersama-sama
dengan ilmu fiqh, meskipun ilmu fiqh dibukukan lebih dahulu daripada ilmu ushul
fiqh. Karena dengan tumbuhnya ilmu fiqh, tentu ada methode yang dipakai untuk
menggali ilmu tersebut. Dan methode itu adalah ilmu ushul fiqh.
Jika penggalian hukum fiqh setelah
wafatnya Rosulullah SAW adalah pada masa sahabat, maka para fuqoha’ pada masa
itu seperti Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab tidak mungkin
menetapkan hukum tanpa adanya dasar dan batasan. Bila seseorang mendengar bahwa
Ali bin Abi Thalib menetapkan sanksi (pidana) bagi orang yang meminum minuman
keras, dan orang yang menuduh orang lain berbuat zina tanpa ada bukti, tentu
beliau melalui prosedur penetapan hukum yang legal. Begitu juga Ibnu Mas’ud
memberikan fatwa, bahwa ‘iddahnya perempuan yang ditinggal mati oleh suami,
sementara ia sedang hamil, adalah sampai melahirkan, berdasarkan firman Allah :
والات الأحمال أجلهنّ ان يضعن حملهنّ
Artinya : “dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai ia
melahirkan kandungannya” (QS. At-Thalaq : 4)
E.
Imam Syafi’I Penyusun Ilmu Ushul Fiqh
Imam Syafi’i sebagai seorang ilmuwan
bangsa Quraisy, yang bermaksud untuk membukukan ilmu ushul fiqh. Maka mulailah
dia menyusun methode-methode penggalian hukum syara’, sumber-sumber fiqh serta
petunjuk-petunjuk ilmu ushul fiqh. Beliau berhak disebut sebagai orang yang
pertama kali membukukan ilmu Ushul Fiqh. Karena beliau menguasai setiap
permasalahan fiqh pada masa itu dan sangat ‘alim tentang perbedaan pendapat
para ulama sejak periode sahabat sampai masa itu.
Pendapat yang menetapkan Imam
Syafi’i sebagai pemula dalam membukukan ilmu Ushul Fiqh ini adalah pendapat
Jumhur (mayoritas) fuqoha, dan tidak ada satu orangpun yang mengingkarinya.
F.
Ruang Lingkup Ilmu Ushul Fiqh
Ruang
lingkup pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum syara’ dan hal-hal yang
berkaitan dengannya
a.
Pembahasan tentang al-Hakim
(pembuat hukum)
b.
Hukum at-Taklifi
c.
Hukum al-Wadh’i
d.
Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan hal-hal yang
berkaitan dengannya
a.
Dalil-dalil syar’i
b.
Sesuatu yang diduga sebagai
dalil, padahal bukan dalil
c.
Pembahasan tentang bahasa Arab
d.
Pembahasan tentang al-Qur’an
dan as-Sunnah
3. Ijtihad dan hal-hal yang
berkaitan dengannya
a.
Pembahasan tentang ijtihad
b.
Pembahasan tentang taqlid
c.
Pembahasan tentang tarjih
BAB III
PENUTUP
sebagai
kesimpulan, bahwa ilmu Ushul Fiqh adalah merupakan pedoman yang tepat untuk
memahami teks-teks perundang-undangan. Disatu pihak, ilmu itu sendiri sangat
dalam dan rumit yang bisa menjadi metode dan acuan bagi seorang ahli hukum, dan
di pihak lain akan dapat melatih dan mengembangkan kemampuannya dalam
menerapkan dan menegakkan hukum.
Akhirnya hanya kepada Allah kami
meminta ampun atas segala kehilafan-kehilafan yang telah kami lakukan. Dan
kepada teman-teman kami meminta maaf atas segala kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bisa membantu teman-teman dalam
memperdalam ilmu ushul fiqh. Amin
Allah Ma’akum
wa Jazakumullahu Khoir
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
DAFTAR PUSTAKA
SA, Romli. “Muqaranah Madzahib Fil
Ushul”. Jakarta; Gaya Media Pratama, 1999.
Abu Zahrah, Muhammad. “ Ushul
Fiqih”. Jakarta; Pustaka Firdaus. 1994
Assalaamu'alaikum.. izin copas ustadz. :)
BalasHapus